Labels


Apakah Al-Quran Belum Lengkap? 05.21

Tanya: 1. Apakah Al-Quran belum lengkap untuk menjelaskan segala sesuatu, sehingga Allah masih membutuhkan bantuan manusia untuk membuat hukum yang lain selain Al-Quran? 2. Sejak kapan Hadis digunakan sebagai sumber hukum selain Al-Quran di dalam Islam? 3. Bagaimana cara menghitung (menentukan waktu shalat) –jadwal waktu shalat yang berubah-ubah dari hari ke hari– yang selama ini diikuti sebagai pedoman waktu shalat di Indonesia? Bagaimana menghitung waktu shalat termasuk berbuka puasa di daerah frigid zone, di mana pergantian waktu siang dan malamnya setiap enam (6) bulan sekali? 4. Benarkah pada peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW menjemput peritah shalat lima waktu dari semula 50 kali? Bagaimana dengan shalatnya Nabi Ibrahim? Jawab: Apakah Al-Quran Belum Lengkap Al-Quran adalah firman Allah Swt yang menjadi petunjuk bagi umat Islam. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai seorang Nabi dan Rasul untuk memberikan kabar gembira dan ancaman bagi umat manusia. Al-Quran adalah sumber hukum pertama dalam memahami hukum Islam. Sumber hukum yang kedua adalah Hadis. Al-Quran berisi hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, akidah dan lain-lain secara lengkap. Hanya saja kalau kita ingin memahami Al-Quran secara mendetail kita membutuhkan Hadis, karena Nabi Muhammad SAW adalah Rasul yang diutus oleh Allah untuk menjelaskan hukum-hukum yang ada di dalam Al-Quran. Oleh karena itu ada beberapa hubungan antara Al-Quran dengan Hadis: 1. Hadis menjelaskan secara rinci atas apa yang yang disebutkan Al-Quran secara umum; dan 2. Hadis menjelaskan sesuatu yang belum disebutkan dalam Al-Quran. Hadis Sebagai Sumber Hukum Hadis dijadikan sumber hukum yang kedua di dalam Islam sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Ketika Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul muncul beberapa permasalahan di kalangan umat Islam, maka jawaban dari Rasulullah SAW ini menjadi pedoman bagi umat Islam untuk diamalkan. Segala perkataan dari Nabi Muhammad SAW adalah wahyu. Allah SWT berfirman: “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (QS. An-Najm: 3 – 4). Pedoman Waktu Shalat Pada masa Nabi Muhammad SAW belum ditemukan jam sehingga pedoman waktu shalat dilihat dari beberapa tanda misalnya waktu shalat Subuh dimulai dengan terbitnya fajar, waktu shalat Dhuhur masuk ketika posisi matahari tepat di atas kepala, waktu shalat ashar masuk ketika panjang suatu bayangan sama dengan tinggi suatu tiang hingga tenggelamnya matahari. Alhamdulillah sekarang sudah ditemukan jam sehingga dengan mudah kita bisa mengetahui waktu. Hanya saja perlu diketahui bahwa setiap tahun Matahari itu bergeser sekitar 15 derajat ke arah utara dan selatan, sehingga kalau yang kita jadikan ukuran untuk mengetahui waktu shalat adalah jam maka dalam satu bulan waktu shalat akan mengalami perubahan. Contoh: waktu shalat maghrib minggu ini jam 17.50, maka minggu berikutnya bisa berubah beberapa menit. Tetapi kalau yang kita jadikan acuan adalah pedoman waktu yang ditetapkan Rasulullah SAW maka tidak ada perubahan karena kita langsung melihat posisi matahari. Hanya saja untuk saat ini kita agak kesulitan untuk selalu mengamati posisi matahari terutama di saat mendung. Maka untuk memudahkan cara mengetahui waktu shalat, kita bisa berpedoman pada hisab yang telah ditetapkan oleh Departemen Agama. Waktu shalat dan waktu berbuka puasa telah ditetapkan dalam Islam. Adapun untuk daerah yang mengalami frigit zone seperti di kutub utara di mana waktu siang bisa sampai enam bulan demikian pula waktu malam bisa mencapai enam bulan, maka cara untuk mengetahui waktu shalat dan waktu berbuka puasa di sana bisa mengikuti waktu daerah terdekat yang memiliki waktu ideal: ada pagi, siang, sore dan malam dalam satu hari. Sehingga orang yang tinggal di kutub utara bisa mengikuti waktu shalat di Green Land atau daerah sekitarnya yang memiliki waktu stabil. Perintah Shalat dan Isra’ Mi’raj Benar, pada peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW untuk pertama kalinya mendapat perintah untuk melaksanakan shalat sehari semalam sebanyak 50 kali, kemudian diganti menjadi lima kali. Pada masa Nabi Ibrahim AS sudah ada perintah shalat hanya saja kita tidak mengetahui bagaimana tata cara shalatnya. Syariat Nabi Ibrahim dengan Nabi Muhammad SAW itu berbeda. Adapun tata cara shalat yang kita pakai sekarang itu baru disyariatkan setelah Isra’ dan Mi’raj. Wallahu Ta’ala a’lam. SYIFATURRAHMAH

0 komentar:

Posting Komentar