Labels


arah fungsi dan tujuan pendidikan 05.49

Dasar, Asas, Fungsi Dan Tujuan Pendidikan A. Latar belakang Pendidikan merupakan salah satu hak asasi bagi manusia. Kita dapat mengatakan, dimana ada kehidupan manusia disitu pasti ada pendidikan. Pendidikan sebagai gejala universal, merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pendidikan merupakan usaha memanusiakan manusia itu sendiri. Satu hal yang menjadi jelas da apa yang disebut pendidikan adalah upaya sadar untuk mengambangkan potensi-potensi yang dimiliki manusia. Kajian tentang landasan dan asas pendidikan akan membentuk wawasan yang tepat tentang pendidikan dan pada gilirannya akan memberikan peluang yang besar bagi perangcangan dan penyelenggaraan pendidikan sehingga memberikan perspektif yang lebih luas terhadap pendidikan itu sendiri. Dasar pendidikan berhubungan sangat erat dengan tujuan pendidikan, karena tujuan itu dirumuskan berdasarkan dasar pendidikan. Tercapainya tujuan pendidikan diharapkan dapat mewujudkan fungsi pendidikan itu sendiri. A. Dasar Pendidikan Dasar pendidikan adalah landasan berpijak dana arah bagi pendidikan sebagai wahana pengembangan manusia dan masyarakat. Walaupun pendidikan itu bersifat universal, namun bagi suatu masyarakat pendidikan akan diselenggarakan berdasarkan filsafat dan pendangan hidup serta berlangsung dalam latar belakang social-budaya masyarakat tersebut. Adapun beberapa hal yang menjadi dasar atau landasan pendidikan adalah: 1. Landasan Filosofis Landasan filosofis berkaitan dengan jakian mengenai makna terdalam atau hakikat pendidikan, mengapa pendidikan dapat dilakukan dan diberikan kepada manusia, dan apa yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan. Fislafat sebagai kajian khusus formal dari bebrapa ilmu dipakai senagai landasan bagi pendidikan dan sanagt besar pengaruhnya bagi pendidikan. Hal ini disebabkan prinsip-prinsip dan kebenaran hasil kajian dari ilmu-ilmu tersebut diterapkan dalam pendidikan. Esensialisme, behaviorisme, perenialisme, progresivisme, rekonstruksionisme, dan humanism merupakan mazhab-mazhab pendidikan berdasarkan aliran-aliran filsafat tertentu yang pada giliran selanjutnya mempengaruhi pandanga, konsep dan praktik pendidikan. Seharusnya di Indonesia dikembangkan teori pendidikan nasional Indonesia yang berdasar pada filsafat pancasila. 2. Landasan Sosiologi Kajian sosoiologi pendidikan merupakan sarana untuk memahami system pendidikan dengan keseluruhan hidup masyarakat. Kesatuan wilayah, adat istiadat, rasa identitas, loyalitas pada kelompok merupakan awal dan rasa bangga dalam masyarakat tertentu, yang semuanya ini merupakan landasan bagi pendidikan. Bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa lain, bengas Indonesia mempunyai karakteristik tersendiri karena mempunyai proses pembentukan yang panjang. Hal-hal yang terkait dengan perwujutan tata tertip social, perubahan social, interkasi social, komunikasi dan sosialisasi merupakan indicator bahwa pendidikan menggunakan landasan sosiologis. Salah satu perwujudan bahwa pendidikan berlandaskan pada kondisi masyarakat tertentu ialah dengan diadakannua muatan local atau kurikulum. 3. Landasan Kultural Kebudayaan adalah keseluruhan hasil cipta, rasa dan karya manusia. Budaya dalam masyarakat juga menjadi landasan bagi pendidikan. Di Indonesia telah ditegaskan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, kebudayaan dapat diwariskan dan dikembangkan melalui pendidikan, sebaliknya, bentuk, cirri-ciri dan palksanaan pendidikan ditentukan oleh kebudayaan yang ada dalam masyarakat. 4. Landasan Historis Sejak manusia hidup, sejak saat itu pula pendidikan ada, dari yang paling sederhana sampai pendidikan yang sangat kompleks seperti sekarang ini. Di Indonesia, pendidikan sejaka zaman purba, zaman hindu-budha, pendidikan zaman islam, mnasa penjajahan colonial, dan usaha-usaha ke arah pendidikan nasional hingga sekarang merupakan bahan oemikiran yang sangat penting bagi pendidikan kita saat ini dan esok. Semuanya menunjukan bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari landasan historis. 5. Landasan Psikologis Pendidikan berkaitan dengan pemahaman dan penghayatan akan perkembangan manusia khususnya dalam proses belajar-mengajar. Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan kunci keberhasilan pendidikan. Bebrapa contoh aspek kejiwaan tersebut adalah perbedaan individu karena perbedaan aspek kejiwaan, kebutuhan dasar yang bermacam-macam pada manusia dan perkembangan peserta didik, semua itu berdasarkan pada teori-teori yang ada di psikologi. 6. Landasan Ilmiah dan Teknologi Pendidikan dan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mempunyai hubungan yang sangat erat. IPTEK merupakan salah satu materi pengajaran sebagai bagian dari pendidikan. Jadi, peran pendidikan dalam pewarisan dan pengembangan IPTEK sangat penting. Disatu sisi perkembangan IPTEK terakomodasi oleh pendidikan, disisi lain pendidikan sangat dipengaruhi oleh perkembangan IPTEK. IPTEK selanjutnya digunakan sebagai program, alat dan cara kerja teknologi pendidikan. Memeprhatikan kaitan yang sangat erat antara pendidikan denga IPTEK, maka IPTEK merupakan salah satu landasan pendidikan yang penting. 7. Landasan Politik Politik sebagai cita-cita yang harus diperjuangkan melalui pendidikan, dimaksudkan agar tujuan dan cita-cita suatu bangsa dapat tercapai. Caranya dilakukan dengan menanamkan pengertian akan peranan kekuasaan, hak dan kewajiban, ideologi serta berbagai aturan yang harus ditaati oelh setiap warga Negara. Penanaman kesadaran akan hak dan kewajiban, nilai-nilai demokrasi merupakan pertanda bahwa di dalam pendidikan menggunakan landasan politik. Demikian juga kalau dalam pendidikan ada materi pendidikan kewarganegaraan, maka pertnada juga bahwa di dalam pendidikan itu ada landasan politiknya. 8. Landasan Ekonomi Dari sudut pandang ekonomi, pendidikan dapat dikatakan sebagai human investment. Karena denga pendidikan maka manusia terdidik dapat menjadi modal bagi pembangunan. Manusia terdidik berfungsi sebagai tenaga kerja dan memiliki kemampuan teknologis, dapat membantu pertumbuhan ekonomi dengan naiknya GNP. Pendidikan akan mendorong pertumbuhan ekonomi jika pendidikan itu mampu mencerdaskan, merangsang, dan menginformasikan peserta didik tentang bagaimana dan mengapa seseorang membutuhkan pendidikan. Disisi lain, untuk memperoleh pendidikan diperlukan biaya yang perlu dihitung, berepa satuan biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pendidikan pada tingkat tertentu, dan berapa keuntungan yang didapat. Memperhatikan hala-hal tersebut maka dapat dimengerti kalau pendidikan itu menggunakan landasan ekonomi. 9. Landasan Yuridis pendidikan berlangsung dalam lingkungan masyarakat tertentu dengan budaya tertentu, lalu masyarakat itu menginginkan pendidikan yang sesuai dengan latar belakang keinginan masyarakat itu. Maka perlu adanya pengaturan dalam regulasi yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Di Indonesia pendidikan yang dipakai dituangkan dalam undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, yang kemudian dijabarkan delam peraturan hokum lainnya. Semuanya ini berdasarkan falsafah bangsa Indonesia dan UUD 1945 yang berlaku bagi masyarakat Indonesia. B. Asas Pendidikan Asa atau prinsip pendidikan adalah ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman atau pegangan dalam melaksanakan pendidikan agar tujuannya tercapai dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan prinsip atau asas ini maka pelaksanaan pendidikan dapat berjalan lancer, efektif, dan erfisien. Asas pendidikan Indonesia berdasar ketetapan komsi Pembaharuan Pendidikan adalah: 1. Asas ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani Yang berarti di depan pendidik member contoh, di tengah member dorongan, dibelakang memperi pengaruh agar menuju ke kebaikan. 2. Asa pendidikan sepanjang hayat Yang berarti pendidikan itu dimulai sejak lahir samapi nanti meninggal. 3. Asa semesta, menyeluruh dan terpadu Semesta artinya pendidikan itu terbuka bagi semua rakyat dan seluruh wilayah Negara, menyeluruh artinya mencakup semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Terpadu artinya saling berkaitan antara pendidikan dengan pembangunan nasional. 4. Asas manfaat Pendidikan harus mengingat kemanfaatan bagi masa depan peserta didik, bagi masyarakat, bangsa, Negara dan agama. 5. Asas usaha bersama Pendidikan menekankan kebersamaan antara keluarga sekolah dan masyarakat. 6. Asas demokratis Pendidikan harsu dilaksanakan dalam suasana dan hubungan yang proporsional antara pendidik denga peserrta didik, ada keseimbangan antara hak dan kewajiban pada masing-masing pihak. 7. Asas adil dan merata Semua kepentingan berbagai pihak harus mendapatk perhatian dan perlakuan yang seimbang, sehingga tidak ada diskriminasi. 8. Asas perikehidupan dalam keseimbangan Pendidikan harus mempertimbangkan segala segi kehidupan manusia, misalnya jasmani-rohani, dunia-akherat, individu-sosial, intelektual, kesehatan, keindahan dan sebagainya. 9. Asas kesadaran hokum Pendidikan harus sadar dan taat pada peraturan yang berlaku serta menegakan dan menjamin kepastian hokum. 10. Asas kepercayaan pada diri sendiri Pendidikan dan peserta didik harus memilki kepercayaan diri sehingga tidak ragu dan setengah-setengah dalam melaksanakan pandidikan. 11. Asas efisiensi dan efektivitas Dalam pendidikan dituntut kehematan dan hasil guna yang tinggi. 12. Asas mobilitas Dalam pendidikan harus ditumbukan keaktifan, kreativitas, inisiatif, ketrampilan. Kelincahan dan sebagainya. 13. Asas fleksibiltas Dalam pendidikan harus diciptakan keluwesan baik dalam materi maupun caranya sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat. C. Pentingnya Dasar dan Asas Pendidikan Dasar pendidikan suatu Negara tidak dapat dilepaskan dri falsafah hidup bangsa itu. Asas pendidikan dapat menjadi corak khusus pada penyelanggaraan pendidikan sehingga akan memberi corak pada pendidikan disuatu masyarakat. Kajian terhadap landasan dan asas pendidikan akan membentuk wawasan yang tepat tentang pendidikan dan pada gilirannya akan member peluang yang besar bagi perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan sehingga memberikan p[erspektif yang lebih luas terhadap pendidikan baik secara konseptual maupun opersional. Dasar pendidikan berhubungan sangat erat dengan fundional dengan tujuan pendidikan, Karen tujuan pendidikan itu dirumuskan berdasarkan dasar pendidikan. D. Fungsi Pendidikan Fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan harus dilakukan oleh pendidik. Tugas atau misi pendidik itu dapat tertuju pada diri manusia yang dididik mauapun kepada masyarakat bangsa ditempat ia hidup. Adapun beberapa fungsi pendidikan: 1. Bagi dirinya sendiri, pendidikan berfungsi menyiapkan dirinya agar menjadi manusia secara utuh, sehingga ia dapat menunaikan tugas hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia. 2. Bagi masyarakat, pendidikan berfungis untuk melestarikan tata social dan tata nilai yang ada dalam masyarakat (preserveratif) dan sebagai agen pembaharuan social (direktif) sehingga dapat mengantisipasi masa depan. 3. Menyiapakan tenaga kerja 4. Menyiapkan manusia sebagai warga Negara yang baik. 5. Menyiapkan manusia sebagai manusia. E. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan merupakan sesuatau yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Tanpa asdar tujuan maka praktek pendidikan tidak aka nada artinya. Tujuan pendidikan Indonesia menurut pasal 3 UU No.20 Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Adapaun beberapa tujuan dalam pendidikan: 1. Tujuan umum, total atau akhir Adalah tujuan yang paling akhir dan merupakan keseluruhan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Tujuan akhir pendidikan adalah tercapainya kebahagiaan sempurna, yaitu kepuasan hingga tidak menimbulkan keinginan lagi dan kekal atau abadi. 2. Tujuan Khusus Adalah pengkhususan tujuan umum atas dasar berbagai hal, misalnya usia, jenis kelamin, intelegensi, minat, lingkungn social-budaya, tahap-tahap perkemabangan, dan lain sebagainya. 3. Tujuan tak lengkap Adalah tujuan yang hanya menyangkut sebagian aspek kehidupan manusia. Misalnya aspek sosiologis, psikologis atau biologis saja. 4. Tujuan sementara Adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk sementara saja, sedangkan kalau tujuan sementara telah tercapai kemudian ditinggalkan dan diganti dengan tujuan yang lain. 5. Tujuan intermedier Yaitu tujuan perantara bagi tujuan lainya yang pokok. Misalnya anak dibiasakan menyapu halaman agar kelak dia menjadi bertanggung jawab. 6. Tujuan incidental Yaitu tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu, seketika, spontan. Misalnya guru menegur anak yang bermain kasar pada saat pelajaran olahraga. 7. Tujuan Umum Adalah tujuan akhir atau tertinggi yang berlaku disuatu lembaga dan kegiatan pendidikan. 8. Tujuan institusional Adalah tujuan yang menjadi tugas suatu lembaga pendidikan untuk mencapainya. 9. Tujuan kulikuler Adalah tujuan yang akan dicapai oleh mata pelajaran atau bidang studi tertentu. 10. Tujuan instruksional Adalah tujuan yang yang ingin dicapai p-ada waktu guru mengajar suatu pkok bahasan tertentu. Disebut juga engan sasran belajar. A. Simpulan Dari uraian pembahan dapat disimpulkan bahwa dasar pendidikan adalah landasan berpijak dana arah bagi pendidikan sebagai wahana pengembangan manusia dan masyarakat. Walaupun pendidikan itu bersifat universal, namun bagi suatu masyarakat pendidikan akan diselenggarakan berdasarkan filsafat dan pendangan hidup serta berlangsung dalam latar belakang social-budaya masyarakat tersebut. Asa atau prinsip pendidikan adalah ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman atau pegangan dalam melaksanakan pendidikan agar tujuannya tercapai dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan prinsip atau asas ini maka pelaksanaan pendidikan dapat berjalan lancer, efektif, dan erfisien Fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan harus dilakukan oleh pendidik. Tugas atau misi pendidik itu dapat tertuju pada diri manusia yang dididik mauapun kepada masyarakat bangsa ditempat ia hidup. Tujuan pendidikan merupakan sesuatau yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Tanpa asdar tujuan maka praktek pendidikan tidak aka nada artinya. Tujuan pendidikan Indonesia menurut pasal 3 UU No.20 Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.  

ISLAM DAN DASAR PENDIDIKAN 05.58

Islam adalah wahyu abadi dari Allah yang disampaikan kepada manusia melalui serangkaian para Nabi sejak Nabi Adam a.s, hingga kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi terakhir yang menyempurnakan seluruh ajaran Islam dengan mendapat jaminan dan dukungan Allah pencipta alam ini. (Al-Najjar, 1988). Setiap nabi membawa dan menyebarkan agama Allah yaitu membawa missi agama tauhid yang mengesakan Allah dan kemudian disempurnakan oleh nabi akhir zaman---Muhammad SAW dan ini mendapat pengakuan Allah melalui al-Qur’an.Islam merupakan sebuah agama yang didasarkan seluruhnya pada wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya Muhammad SAW. Tidak ada keraguan terhadap risalah Islam ini, karena telah mendapat legitimasi Allah dan Rasul. Barang siapa yang benar-benar berpegang teguh padanya secara totalitas maka dia akan mendapat kejayaan dunia dan akhirat. Apabila Islam digunakan sebagai pandangan hidup (way of life) dalam setiap disiplin ilmu dan sisi kehidupan dan tidak terkecuali dalam hal ehwal pendidikan, manusia akan memperoleh petunjuk dan sudah pasti tergiring ke jalan yang lurus dan benar. Pendidikan yang dimaksud disini adalah yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, berazaskan tauhid, adanya integritas antara iman, ilmu dan amal serta memisahkan antara konsep ilmu agama dan ilmu yang bersifat duniawi, pendidikan agama dan pendidikan umum. Islam adalah al-Deen yang diwahyukan Allah SWT melalui rasul-Nya untuk manusia di alam ini. Asas utama Islam terbentuk dari tiga aspek yaitu akidah, ibadah dan akhlak. Ketiga aspek ini sangat berperan dalam kehidupan seorang muslim dalam melaksanakan konsep al-Deen ini. Apabila akidah sebagai keimanan hanya dijalankan kepada Allah SWT, disempurnakan melalui syari’ah dengan pelaksanaan ibadah secara umum dan khusus. Dengan menggabungkan kedua-duanya maka lahirlah akhlak Islam (Makhsin, 2003). Kata Islam adalah bahasa Arab bermakna penyerahan diri secara damai, penerimaan yang menyenangkan dan memperhambakan diri dengan tulus terhadap segenap perintah Allah. Dengan demikian, agama Islam merupakan penyerahan diri yang menyenangkan terhadap kehendak Allah, taat kepada perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, berpegang teguh ajaran-Nya, mengikuti petunjuk dan bimbingan-Nya berdasarkan Islam yang kita miliki. Islam tidak didasarkan atas penyimpangan dan iman tidak akan terwujud tanpa perbuatan nyata (Al-Najjar, 1988).Islam artinya “pasrah” atau “patuh” kepada Allah. Orang Islam bermakna muslim yang patuh kepada seluruh perintah Allah, sementara orang yang menolak atau tidak mematuhi Allah, maka dia dinamakan kufur (ingkar), lihat Dr. Muhammad Imaduddin Abdul Rahim (2002). Orang Islam identik dengan orang yang patuh dan ta’at kepada perintah Allah dan Rasul SAW dan sesuai dengan makna Islam itu sendiri, namun jika seorang muslim gagal menjalankan kepatuhannya kepada segenap perintah Allah dan Rasul maka predikat “patuh, ta’at, dan pasrah kepada perintah Allah dan Rasul perlu ditinjau kembali sebab dia/mereka telah melakukan yang melanggar ajaran Islam. Pendidikan merupakan suatu proses transmisi secara formal dan informal yaitu ilmu pengetahuan dan keahlian yang terjadi antara satu generasi ke generasi berikutnya (Dawi, 2002). Sedangkan (Langgulung, 1991) memberikan definisi tentang pendidikan berdasarkan tinjauan kemasyarakatan dan individu. Dari segi kemasyarakatan pendidikan bermakna warisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan dengan kata lain masyarakat memiliki nilai-nilai budaya atau adat-istiadat yang ingin diwariskan kepada generasi berikutnya agar tetap dilestarikan. Dari segi individu pendidikan dapat dimaknakan sebagai pengembangan potensi-potensi pada diri manusia yang terpendam dan tersembunyi, individu itu laksana lautan yang dalam yang penuh dengan mutiara dan bermacam-macam ikan dan kehidupan air lainnya, tetapi tidak kelihatan. Pendidikan Islam pada intinya adalah wahana pembentukan manusia yang berbudi luhur. Dalam ajaran Islam masalah akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman, keimanan merupakan hati, akhlak adalah pantulan iman yang berupa prilaku, ucapan dan sikap. Dengan lain perkataan dapat dikatakan bahwa akhlak adalah amal shaleh, iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran karenan Allah semata (Ainurrofiq Dawam, 2003) Pendidikan Islam merupakan sebuah sistem yang berusaha mengembangkan dan mendidik segala aspek pribadi manusia dengan segala kemampuannya. Termasuklah kedalamnya pengembangan segala segi kehidupan manusia/masyarakat misalnya sosial budaya, ekonomi dan politik; serta bersedia menyelesaikan problema masyarakat masa kini dalam menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memilihara sejarah dan kebudayaannya (Omar al-Syaibani, 1991). Pendidikan Islam perlu memikirkan baik secara jangka panjang maupun jangka pendek, masa aman maupun masa darurat. Sebagai contoh bagaimana menangani permasalahan pendidikan anak-anak dan orang dewasa pasca gempa bumi dan tsunami di Aceh di kamp-kamp pengungsian dan di rumah-rumah penduduk yang bertebaran di mana-mana. Pendidikan Islam lebih banyak dihadapkan kepada akhlak dan sopan santun serta penghayatan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari (Mohd Kamal Hasan, 2003). Pendidikan Islam sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi keruntuhan moral, penangkalan aqidah, budaya korup dan sejenisnya. Karena itu pendidikan Islam secara sempurna menggunakan kurikulum yang sesuai dengan al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Lihatlah contoh bagaimana Allah mendidik Rasul dan para ambiya-Nya, bagaimana Nabi Muhammad SAW mendidik para sahabat-Nya dan umat Islam secara umum sewaktu baginda berkuasa. Jadilah contoh teladan yang harus diikuti dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Dalam rangka mendapat kejayaan dalam pelaksanaan pendidikan Islam perlu adanya keterlibatan keluarga/orang tua dan masyarakat sebagai penanggung jawab secara formal maupun informal. Islam memiliki cara tersendiri bagaimana mendidik dan mengajarkan anak-anak dan generasi muda dan juga mempunyai bahan pelajran yang sesuai dengan peringkat umur dan peredaran masa dan ini bisa dipelajari dan kembali kepada pendidikan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Baginda telah berhasil mendidik para sahabat dan anak-anak orang Islam, serta para muallaf yang baru memeluk agama Islam. Model pendidikan Islam ala Rasulullah SAW perlu dijadikan modal dan uswatun hasanah dalam mendidik generasi muda dalam setiap zaman.Muhammad SAW sebagai pemerintah, orang tua, pendidik dan sekaligus sebagai wakil Allah di bumi ini yang telah terbukti keberhasilannya dalam mendidik dan menggembleng para sahabatnya dan ummat Islam secara umum ketika beliau masih hidup. Ini sebagai pertanda bahwa untuk berhasilnya pendidikan haruslah adanya komitmen sejumlah orang dan institusi yang saling bahu membahu memantau dan memberi perhatian terlaksananya proses belajar dan mengajar. Kepedulian semua pihak menunjukkan adanya perasaan bersama dalam membangun bangsa dan negara di masa yang akan datang. Dukungan dan Tanggungjawab Keluarga Ini adalah tanggungjawab yang menyeluruh yang diletakkan oleh Islam di leher setiap muslim, yang tak ada seorangpun bebas darinya. Sehingga kedua orang tua bertanggungjawab untuk mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islam yang cermat (Ash-Shafti, 2003). Keluarga atau orang tua merupakan garda terdepan dalam menentukan kemana arah pendidikan anak-anak. Peranan orang tua sangatlah menentukan dalam mendidik, membimbing, dan memberi semangat belajar kepada anak-anak. Kita harus tahu bahwa seorang anak selalu siap untuk menyerap segala bentuk pendidikan dan pengajaran. Jika bapak, ibu atau walinya berkehendak, maka mereka dapat merubah seorang anak menjadi manusia teladan (Sultani, 2004). Anak adalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada orang tua supaya mereka dididik dengan baik, diberi nama dengan baik, diberi pendidikan dengan secukupnya, diajarkan dasar-dasar pendidikan Islam dan halal-haram, baik dan buruk serta akhlak yang mulia. Dalam Al-quran Allah berfirman yang artinya “Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah munusia dan batu.......” (Q. S ; at-Tahrim: 6) Di samping memenuhi dukungan materil dan spirituil kepada anak-anak untuk belajar, orang tua atau pihak keluarga perlu mengirim anak-anak mereka untuk mencari ilmunya agar dapat mengenal Allah dengan asma-Nya, sifat-Nya, mengetahui perkara-perkara yang dibenci-Nya dan mengetahui jalan untuk mencapai kecintaan-Nya serta menjauhi apa yang dimurkai-Nya. Apabila seseorang merasa mencapai ilmu itu, maka ia akan lebih takut kepada Allah sesuai dengan firman-Nya, “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ulama”. Perlu disadari bahwa keluarga merupakan unit pertama bagi masyarakat pada tahap institusi. Ini merupakan jembatan yang dilalui untuk generasi muda/anak-anak di masa yang akan datang. Keluarga merupakan sistem yang paling khusus dan sangat tersendiri untuk pendidikan awal. Keluarga merupakan lingkungan yang mula-mula sekali dihayati oleh seorang bayi setelah lahir. Dalam keluargalah ia berinteraksi dan mengambil dasar-dasar bahasa, nilai-nilai, standar prilaku, kebiasaan, kecendrungan jiwa dan sosial dan pembentukan nilai-nilai kepribadian. Keluarga juga merupakan sebuah institusi awal yang memenuhi kerja sama antara lelaki dengan perempuan serta sebagai pusat pembentukan kpribadian seorang anak (Al-Syaibani, 1991) Tanggung jawab kesatuan dan kebersamaan keluarga terletak pada setiap individu di dalam keluarga. Dalam keluargalah mulai dibina rasa sayang terhadap yang kecil dan menghormati yang besar dan juga menghormati kedua orang tua (Hasan Manshur,2002). Dan ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya yang bermakna : “Bukan termasuk golongan kami, seorang yang tidak menghormati yang besar dan tidak menyayangi yang kecil”.Hadits ini menggambarkan betapa pentingnya menebarkan rasa kasih sayang dan saling menghormati antara yang besar dengan yang kecil dan pembinaan ini dimulai dari rumah atas bimbingan seorang ayah dan ibu/keluarga. Islam sangat konsen terhadap kasih sayang dan penghormatan karena perkara ini akan mengundang keharmonisan baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Ini merupakan dambaan semua manusia yang normal yang perlu dikasihi dan disayangi serta begitu pula sebaliknya tidak suka dibenci dan dimusuhi. Keluargalah yang membuka mata seorang anak dan dari sinilah dimulainya pengenalan tentang baik dan buruk serta halal dan haram yang selalu kita dengar dari mulut ayah dan ibu. Peranan mereka sangatlah besar baik dalam mendidik maupun dalam memberikan pendidikan awal bagi setiap anak, oleh karena itu ilmu dan kewibawaan ayah dan ibu benar-benar diperlukan untuk menentukan masa depan anak dan kelangsungan hidup mereka dalam bermasyarakat. IIIDukungan dan Tanggungjawab Masyarakat Masyarakat Islam dan pendidikan merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan di antara keduanya (Muhammad AR, 2003). Banyak perintah melalui hadits Rasulullah SAW yang menyuruh kita untuk belajar atau menuntut ilmu. Tugas ini pertama lebih dipundakkan kepada individu dan peran orang tua dalam keluarga, kemudian masyarakatpun tidak boleh lepas tangan dan menghindari tanggungjawab mereka dalam memantau pendidikan generasi muda. Terjadinya dekadensi moral generasi muda dalam masyarakat bukan tidak mungkin karena kurang pedulinya masyarakat. Masyarakat yang di dalamnya ada pemerintah yang terdiri dari pejabat sipil dan militer perlu menjaga dan memelihara merebaknya penyakit masyarakat apabila mereka sungguh merespon dan membuka mata terhadap gejala sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini pendidikan anak-anak dan generasi muda diperlukan banyak kependulian masyarakat apalagi masyarakat Aceh yang menjadi korban gempa bumi dan tsunami setelah tanggal 26 Desember 2005. Pendidikan begitu penting bagi individu dan masyarakat. Kepentingan pendidikan tidak hanya terbatas kepada suatu umat/kaum, masyarakat tertentu atau khusus untuk suatu zaman/masa saja, tetapi meliputi seluruh umat dan segala zaman dan termasuklah umat Islam pada zaman sekarang ini. Oleh karena itu wajib bagi masyarakat Islam, pemimpin dan para ulama serta intelektual memberikan perhatian penuh terhadap kelangsungan pendidikan anak bangsa (Langgulung, 1991). IV Tugas Pengajaran Pendidikan Islam Pasca gempa bumi dan tsunami banyak gedung sekolah hancur, banyak murid dan guru meninggal dunia. Kebanyakan orang serta anak-anak tinggal di kamp-kamp dan barak-barak pengungsian, aktivitas belajar mengajarpun sangat bervariasi tempatnya, begitu pula pendidikan agama yang belum terorganisir dengan rapi/permanen. Banyak bantuan datang dari berbagai pihak tanpa mengira bangsa atau agama mereka, namun tidak tertutup kemungkinan ada pihak-pihak tertentu memanfaatkan situasi ini dengan dalih memberi bantuan disertai dengan misi tertentu yang harus dilaksanakan menurut pesan sponsor. Bagaimana sikap masyarakat, orang tua, dan unsur-unsur lainnya menangani pendidikan Islam dalam situasi kritis ini? Ini sebuah tugas mulia dan kepada setiap muslim dipundakkan kewajiban tersebut, mahu tidak mahu, harus dilaksanakan walau dalam situasi apapun. Dalam pendidikan Islam, seorang guru bertanggung jawab mendidik murid, mendewasakannya, menjadikannya jujur dan berbudi pekerti luhur, membuat mareka terampil demi mempersiapkan masa depan mareka .......( Muhammad AR, 2003) Menurut perfektif Islam guru adalah sebuah profesi yang ditugaskan untuk membentuk manusia yang kamil sehingga anak didik mampu memahami dan menghayati apa tugas mareka terhadap diri sendiri, masyarakat, alam sekeliling dan terhadap Allah SWT sebagai Khalik. Guru sama dengan pemimpin negara dalam mendidik masyarakat karena merupakan ibadah. Dalam pendidikan Islam, kita di suruh mencari ilmu agar kita dapat memahami yang hak atau yang benar dan membedakan yang baik dan buruk, yang bermanfaat dan merusak. Begitulah tingginya kedudukan manusia yang berilmu dan pengajar ilmu kepada orang lain (guru) menurut pandangan Islam (Sufean Hussin, 1996) Dalam rangka menjalankan tugas pengajaran dan penyebaran pendidikan Islam maka tugas guru adalah sangat berat demi mendidik anak bangsa. Menurut Atan Long (1988) seorang guru perlu kiranya introspeksi apakah dia, paling tidak, memiliki tiga sifat penting yaitu (1) Kepribadian, (2) Latar belakang Pengetahuan, (3) Metode atau cara penyampaian.Dalam masyarakat Islam, seorang guru yang bergelut dalam dunia pendidikan Islam perlu memiliki persediaan awal untuk dapat memastikan apakah kejayaan di capai dalam mengajar. Akhlak guru, ilmu yang dimiliki guru, sikap guru, kesabaran, keikhlasan, metodologi penyampaian. Pengajaran kepada murid merupakan hal-hal yang perlu dimiliki untuk mentransfer ilmu pengetahuan.Keberhasilan dan keberkesanan pendidikan Islam ada kaitannya dengan kesadaran para guru terhadap tanggung jawab, kesempurnaan ilmunya dan keluhuran budi pekertinya. Ini merupakan kriteria pribadi pendidik yang perlu dimiliki dalam menyampaikan pendidikan. Dalam Islam, ilmuwan, para intelektual, gur, ulama tidak dibenarkan membisu di tengah umat yang sedang sakarat. Sebagai pewaris nabi, mereka sebagai tempat terhimpunnya khazanah ilmu Allah dari sudut fakta dan tafsiran. Guru sebagai cermin dalam kehidupan dan panutan bagi murid dan masyarakat (lihat Ahmad bin Mohd Salleh, 1995).Dalam proses belajar mengajar sudah pasti melibatkan dua pihak yaitu pengajar dan yang diajar atau antara guru dan murid, antara pelatih dan yang dilatih. Target pelatihan atau pengajaran memang pasti ada dan metode penyampaian pun sangat berbeda-beda dalam mencapai target tersebut. Dalam hal ini guru/pelatih/instruktur perlu menggunakan media pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Arief S. Sadiman dkk (2003) mengatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima atau dari tutor kepada peserta sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat murid/peserta/partisipan sehingga terjadilah proses belajar mengajar dengan lancar. Hasan Manshur (2002) menambahkan bahwa seorang guru yang bertugas menyampaikan pendidikan Islam kepada siswa harus memiliki beberapa kriteria: 1) guru harus ikhlas karena Allah, 2) guru hjarus menjadi tauladan bagi murid/siswa, 3) gurus harus membalas penghormatan murid dan menanamkan rasa kasih sayang dengan mereka, 4) guru harus berlaku adil dalam setiap aktivitasnya di sekolah, 5) guru harus menguasai ilmu yang diajarkan dan harus banyak membaca sebagai rujukan, 6) guru harus menyampaikan pengalaman hidupnya dan keberhasilannya kepada murid, dan 7) guru harus menanamkan semangat untuk berijtihad dan mengandalkan diri sendiri dalam berpendapat kepada para muridnya, khususnya para pelajar remaja.

pendidikan islam 05.50

Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. kepribadian yg memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dgn nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yg bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yg bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikan adl mewujudkan tujuan ajaran Allah (Djamaluddin 1999: 9). Menurut Hasan Langgulung yg dikutip oleh Djamaluddin (1999) Pendidikan Islam ialah pendidikan yg memiliki empat macam fungsi yaitu : • Menyiapkan generasi muda utk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yg akan datang. Peranan ini berkaitan erat dgn kelanjutan hidup masyarakat sendiri. • Memindahkan ilmu pengetahuan yg bersangkutan dgn peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda. • Memindahkan nilai-nilai yg bertujuan utk memilihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yg menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban. • Mendidik anak agar beramal di dunia ini utk memetik hasil di akhirat. An-Naquib Al-Atas yg dikutip oleh Ali mengatakan pendidikan Islam ialah usaha yg dialakukan pendidik terhadap anak didik utk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yg benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yg tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaan (1999: 10 ). Adapun Mukhtar Bukhari yg dikutip oleh Halim Soebahar mengatakan pendidikan Ialam adl seganap kegiatan yg dilakukan seseorang atau suatu lembaga utk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa dan keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yg mendasarkan program pendidikan atau pandangan dan nilai-nilai Islam (2002: 12). Pendidikan Islam adl jenis pendidikan yg pendirian dan penyelenggaraan didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita utk mengejewantahkan nilai-nilai Islam baik yg tercermin dalam nama lembaga maupun dalam kegiatan-kegiatan yg diselenggarakan (Soebahar 2002: 13). Kendati dalam peta pemikiran Islam upaya menghubungkan Islam dgn pendidikan masih diwarnai banyak perdebatan namun yg pasti relasi Islam dgn pendidikan bagaikan dua sisi mata uang mereka sejak awal mempunyai hubungan filosofis yg sangat mendasar baik secara ontologis epistimologis maupun aksiologis. Yang dimaksud dgn pendidikan Islam disini adl : pertama ia merupakan suatu upaya atau proses yg dilakukan secara sadar dan terencana membantu peserta didik melalui pembinaan asuhan bimbingan dan pengembangan potensi mereka secara optimal agar nanti dapat memahami menghayati dan mengamalkan ajaran islam sebagai keyakinan dan pandangan hidup demi keselamatan di dunia dan akherat. Kedua merupakan usaha yg sistimatis pragmatis dan metodologis dalam membimbing anak didik atau tiap individu dalam memahami menghayati dan mengamalkan ajaran islam secara utuh demi terbentuk kepribadian yg utama menurut ukuran islam. Dan ketiga merupakan segala upaya pembinaan dan pengembangan potensi anak didik utk diarahkan mengikuti jalan yg islami demi memperoleh keutamaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat. Menurut Fadlil Al-Jamali yg dikutip oleh Muzayyin Arifin pendidikan Islam adl proses yg mengarahkan manusia kepada kehidupan yg baik dan mengangkat derajat kemanusiaan sesuai dgn kemampuan dasar (fitroh) dan kemampuan ajar (2003: 18). Maka dgn demikian pendidikan Islam dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pendidikan Islam sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia baik dari aspek rohaniah jasmaniah dan juga harus berlangsung secara hirarkis. oleh krn itu pendidikan Islam merupakan suatu proses kematangan perkembangan atau pertumbuhan baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses kearah tujuan transformatif dan inovatif. Pendidikan islam sebagaimana rumusan diatas menurut Abd Halim Subahar ( 1992 : 64) memiliki beberapa prinsip yg membedakan dgn pendidikan lain Prinsip Pendidikan islam antara lain : • Prinsip tauhid • Prinsip Integrasi • Prinsip Keseimbangan • Prinsip persamaan • Prinsip pendidikan seumur hidup dan • Prinsip keutamaan. Sedangkan tujuan pendidikan islam dapat dirumuskan sebagai berikut : • Untuk membentuk akhlakul karimah. • Membantu peserta didik dalam mengembangkan kognisi afeksi dan psikomotori guna memahami menghayati dan mengamalkan ajaran islam sebagai pedoman hidup sekaligus sebagai kontrol terhadap pola fikir pola laku dan sikap mental. • Membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin dangan membentuk mereka menjadi manusia beriman bertaqwa berakhlak mulia memiliki pengetahuan dan keterampilan berkepribadian integratif mandiri dan menyadari sepenuh peranan dan tanggung jawab diri di muka bumi ini sebagai abdulloh dan kholifatulloh. Dengan demikian sesungguh pendidikan islam tak saja fokus pada education for the brain tetapi juga pada education for the heart. Dalam pandangan islam krn salah satu misi utama pendidikan islam adl dalam rangka membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin maka ia harus seimbang sebab bila ia hanya focus pada pengembangan kreatifiats rasional semata tanpa diimbangi oleh kecerdasan emosional maka manusia tak akan dapat menikmati nilai kemajuan itu sendiri bahkan yg terjadi adl demartabatisasi yg menyebabkan manusia kehilangan identitas dan mengalami kegersangan psikologis dia hanya meraksasa dalam tehnik tapi merayap dalam etik. Demikian pula pendidikan islam mesti bersifat integralitik arti ia harus memandang manusia sebagai satu kesatuan utuh kesatuan jasmani rohani kesatuan intelektual emosional dan spiritual kesatuan pribadi dan sosial dan kesatuan dalam melangsungkan mempertahankan dan mengembangkan hidup dan kehidupannya. Dasar-Dasar Pendidikan Islam Dalam tiap aktivitas manusia sebagai instrumen transformasi ilmu pengetahuan budaya dan sebagai agen perubahan sosial pendidikan memerlukan satu landasan fundamental atau basik yg kuat. Adapaun dasar yg di maksud adl dasar pendidikan Islam suatu totalitas pendidikan yg wajib bersandar pada landasan dasar sebagaimana yg akan dibahas dalam bagian berikut ini. Pendidikan Islam baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yg bergaerak dalam rangka pembinaan kepribadian yg utuh paripurna atau syumun memerlukan suatu dasar yg kokoh. kajian tentang pendidikan Islam tak lepas dari landasan yg terkait dgn sumber ajaran Islam yaitu : • Al-Qur’an Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yg disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalam terkandung ajaran pokok yg dapat dikembangkan utk keperluan aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yg terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar yaitu yg berhubungan dgn masalah keimanan yg disebut aqidah dan yg berhubungan dgn amal disebut syari’ah. Oleh krn itu pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam sesuai dgn perubahan dan pembaharuan (Darajat 2000: 19). • As-Sunnah As-Sunnah ialah perkataan perbuatan ataupun pengakuan rasul. Yang di maksud dgn pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yg diketahui oleh Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an yg juga sama berisi pedoman utk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspek utk membina umat menjadi manusia seutuh atau muslim yg bertaqwa. Untuk itulah rasul Allah menjadi guru dan pendidik utama. Maka dari pada itu Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim dan selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebab mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahami termasuk yg berkaitan dgn pendidikan. As-Sunnah juga berfungsi sebagai penjelasan terhadap beberapa pembenaran dan mendesak utk segara ditampilkan yaitu : • Menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an yg bersifat umum • Sunnah mengkhitmati Al-Qur’an. • Ijtihad Ijtihad adl istilah para fuqoha yaitu berfikir dgn menggunakan seluruh ilmu yg dimiliki oleh ilmuan syari’at Islam utk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syara’ dalam hal-hal yg ternyata belum ditegaskan hukum oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Namun dgn demikian ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh krn itu ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yg sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah rasul Allah wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yg diperlukan dalam kehidupan yg senantiasa berkembang. Ijtihad dalam bidang pendidikan sejalan dgn perkembangan zaman yg semakin maju bukan saja dibidang materi atau isi melainkan juga dibidang sistem. Secara substansial ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yg diolah oleh akal yg sehat dari para ahli pendidikan Islam. • Al-Kaun Maksud Allah menurunkan ayat kauniyah tersebut yaitu utk mempermudah pemahaman manusia terhadap lingkungan sekitar sehingga dapat mengakui kebesaran seperti yg terdapat dalam Al-Qur’an surat Ar- Ra’du ayat 3 yg berbunyi : وهوالدي مد الارض وجعل فيها روسي وانهرا ومن كل الثمرت جعل فيها زوجين اثنين يغش اليل النهارا ن في دلك لايت لقوم يتفكرون Arti : “Dialah Tuhan yg mmembentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung sungai-sungai padanya. Dia menjadikan pada buah-buahan berpasang-pasangan. Allah jualah yg menutup malam kepada siang sesungguh pada yg demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yg berfikir” (Depag RI 1992: 368). Berdasarkan firman Allah di atas bahwa tiap orang berfikir harus mengakui kebesaran Allah dan hal ini relevan utk dijadikan dasar dalam pendidikan Islam. Unsur-Unsur Pendidikan Islam Dalam implementasi fungsi pendidikan Islam sangat memperhatikan aspek yg mendukung atau unsur yg turut mendukung terhadap tercapai tujuan dari pendidikan Islam. Adapun aspek atau unsur-unsur tersebut adl : Tujuan Pendidikan Islam Menurut Fadlil Aljamali yg dikutip oleh Abdul Halim Soebahar sebagai berikut: Pertama mengenalkan manusia akan peran diantara sesama (makhluk) dan tanggung jawab pribadinya. Kedua mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawab dalam tata hidup bermasyarakat. Ketiga mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajak mereka utk mengetahui hikmah diciptakan serta memberi kemungkinan utk mengambil manfaat dari alam tersebut. Keempat mengenalkan manusia akan pencipta alam ini (Allah) dan memerintahkan beribadah kepada-Nya (2002: 19-20). Tujuan pendidikan Islam adl tercapai pengajaran pengalaman pembiasaan penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya. Sedangkan menurut Zakiyah Dzarajat tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk insan kamil dgn pola taqwa dapat mengalami perubahan bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Oleh krn itulah tujuan pendidikan Islam itu berlaku selama hidup utk menumbuhkan memupuk mengembangkan memelihara dan mempertahankan (2000: 31). Hal yg sama pula tujuan pendidikan Islam dapat dipahami dalam firman Allah : يايهاالدين امنوا اتقوا الله حق تقاته ولاتموتن الا وانتم مسلمون Arinya: “Wahai orang-orang yg beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dgn sebenar-benar taqwa; dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (QS. 3 Ali-Imron: 102). Sedangkan menurut Ahmad D Marimba yg dikutip oleh Halim Soebahar menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adl terbentuk muslim. Dan menurut bahwa tujuan demikian identik dgn tujuan hidup tiap muslim. Adapun tujuan hidup seorang muslim adl menghamba kepada Allah yg berkaitan dgn firman Allah Surat Dzariat 56 yg berbunyi : وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون Artinya: “Dan aku (Allah) tak menjadikan jin dan manusia melainkan utk meyembah-Ku”. Dan masih banyak beberapa deskripsi yg membahas tentang tujuan pendidikan Islam seperti konfrensi pendidikan di Islamabat tahun 1980 bahwa pendidikan harus merealisasikan cita-cita (idealitas) Islam yg mencakup pengembangan kepribadian muslim secara meyeluruh yg harmonis yg berdasarkan fisiologis dan psikologis maupun yg mengacu kepada keimanan dan sekaligus berilmu pengetahuan secara berkeseimbangan sehingga terbentuklah muslim yg paripurna berjiwa tawakkal secara total kepada Allah sebagaimana firman Allah Surat Al-An’am Ayat 162: قل ان صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العلمين Artinya: “Katakanlah sesungguh sholatku ibadahku hidup dan matiku hanya bagi Allah tuhan semesta alam”. Imam Al-Ghazali mengatakan tujuan penddikan Islam adl utk mencapai kesempurnaan manusia yg mendekatkan diri kepada Allah dan bertujuan meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. (Langgulung 1990: 9). Maka dari pada itu tujuan pendidikan Islam dirumuskan dalam nilai-nilai filosofis yg termuat dalam filsafat pendidikan Islam. Seperti hal dasar pendidikan maka tujuan pendidikan Islam juga identik dgn tujuan Islam itu sendiri. Sedanagkan Muhammad Umar Altomi Al-Zaibani yg dikutip oleh Djalaluddin mengatakan tujuan pendidikan Islam adl utk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak ul karimah. Tujuan ini sama dan sebangun dgn tujuan yg akan dicapai oleh misi kerasulann yaitu “membimbing manusia agar berakhlak mulia”. (2001: 90). Maka dgn demikian tujuan pendidikan Islam yg berdasarkan deskripsi di atas ialah menanamkan makrifat (kesadaran) dalam diri manusia terhadap diri sendiri selaku hamba Allah kesadaran selaku anggota masyarakat yg harus meiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap pembinaan masyarakat serta menanamkan kemampuan manusia utk menolak memanfaatkan alam sekitar sebagai ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan manusia dan kegiatan ibadah kepada pencipta alam itu sendiri. Telah kita ketahui bahwa dasar tujuan pendidikan ditiap-tiap negara itu tak selalu tetap sepanjang masa melainkan sering mengalami perubahan atau pergantian sesuai dgn perkembangan zaman. Perumbakan itu biasa akibat dari pertentangan pendirian atau ideologi yg ada di dalam masyarakat itu. Hal ini kerap kali terjadi lebih-lebih di negara yg belum stabil kehidupan politik krn mereka yg bertentangan itu sadar bahwa pendidikan memegang peranan penting sebagai generasi bangsa. Sama hal dgn tujuan pendidikan di Indonesia juga selalu berubah-rubah dikarenakan kondisi dan situasi politik tak stabil. Hal ini dibuktikan mulai tahun 1946 sampai pada saat sekarang. Dengan demikian tujuan pendidikan itu tak berdiri sendiri melainkan dirumuskan atas dasar hidup bangsa dan cita-cita negara dimana pendidikan itu dilaksanakan. Sikap hidup itu dilandasi oleh norma-norma yg berlaku bagi semua warga negara. Oleh krn itu sebelum seseorang melaksanakan tugas kependidikan terlebih dahulu harus memahami falsafah negara supaya norma yg melandasi hidup bernegara itu tercermin dari tindakan agar pendidikan yg diarahkan kepada pembentukan sikap posisi pada peserta didik hendak diperhitungkan pula bahwa manusia muda (peserta didik) itu tak hidup tersendiri di dunia ini. (Uhbiyati dkk2001:135-139) Subjek Pendidikan. Subjek pendidikan adl orang yg berkenaan langsung dgn proses pendidikan dalam hal ini pendidik dan peserta didik. Peserta didik yaitu pihak yg merupakan sabjek terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan atau tindakan pendidik itu diadakan atau dilakukan hanyalah utk membawa anak didik kepada tujuan pendidikan Islam yg dicita-citakan. Dalam PPRI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa yg dimaksud dgn peserta didik ialah anggota masyarakat yg berusaha menyumbangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yg tersedia pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu (PPRI 2005: 12) Pendidik atau guru secara implisit ia telah merelakan diri dan memikul dan menerima sebagai tanggung jawab pendidikan yg terpikul dipundak pada oranag tua. (Dzarajat 2000: 39) Maka dgn demikian subjek pendidikan Islam yaitu semua manusia yg berproses dalam dunia pendidikan baik formal informal maupunn nonformal yg sama-sama mempunyai tujuan demi pengembangan kepribadiannya. Sehingga menjadi insan yg mempunyai kesadaran penuh kepada sang pencipta. Kurikulum dan Materi. Hal penting yg perlu diketahui dalam proses belajar mengajar atau proses kependidikan dalam suatu lembaga adl kurikulum (Arifin 2003: 77). Menurut Soedijarto yg dikutip Khoiron Rosyadi mengartikan kurikulum dgn lima tingkatan yaitu : Pertama sebagai serangkaian tujuan yg menggambarkan berbagai kemapuan (pengetahuan dan keterampilan) nilai dan sikap yg harus dikuasi dan dimiliki oleh peserta didik dari suatu satuan pendidikan; Kedua sebagai kerangka materi yg memberikan gambaran tentang bidang-bidang study yg harus dipelajari oleh peserta didik utk menguasai serangkaian kemampuan nilai dan sikap yg secara institusional harus dikuasi oleh peserta didik setelah selesai dgn pendidikannya; Ketiga diartikan sebagai garis besar materi dari suatu bidang study yg telah dipilih utk dijadikan objek belajar. Keempat adalah sebagai panduan dan buku pelajaran yg disusun utk menunjang terjadi proses belajar mengajar; Kelima adalah sebagai bentuk dan jenis kegiatan belajar mengajar yg dialami oleh para pelajar termasuk di dalam berbagai jenis bentuk dan frekuensi evaluasi yg digunakan sebagai bagian terpadu dari strategi belajar mengajar yg direncanakan utk dialami para pelajar. (2004:243-244) Oleh karena itu kurikulum menggambarkan kegiatan belajar mengajar dalam suatu lembaga kependidikan tak hanya dijabarkan serangkai ilmu pengetahuan yg harus diajarkan pendidik kepada anak didik dan anak didik mempelajarinya. Tetapi juga segala kegiatan yg bersifat kependidikan yg dipandanag perlu krn mempunyai pengaruh terhadap anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Adapun pengertian kurikulum secara etimologi berasal dari bahasa latin (suatu jarak yg harus ditempuh dalam pertandingan olahraga) kemudian yg dialihkan kedalam pengertian pendidikan menjadi suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat didalamnya. Dan secara termenologi adl menunjukkan tentang segala mata pelajaran yg dipelajarai dan juga semua pengalamam yg harus diperoleh serta semua kegiatan yg harus dilakukan anak. Adapun yg dimaksud dgn materi yaitu bahan-bahan atau pengalaman belajar ilmu agama Islam yg disusun sedemikian rupa atau disampaikan kepada anak didik.(Uhbiyati 2003:14) Materi dan kurikulum memiliki keterkaitan atau depadensi yg sangat erat mengingat meteri merupakan integral dari kurikulum dan pencapaian materi secara sistematis diatur dari kurikulum yg ada. Metode Media dan Evaluasi. Metode merupakan instrumen dan dipergunakan utk mencapai tujuan pendidikan atau alat yg mempunyai fungsi ganda yaitu yg bersifat polipragmatis dan monopragmatis. Oleh krn itu metode dalam pengertian litter lijk kata “metode” berasal dari bahasa grek yg terdiri dari meta yg berarti “melalui” dan hodos yg berarti “jalan”. Jadi metode berarti “jalan yg dilalui”. Maka secara umum metode diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu cara itu mungkin baik mungkin tak baik. atau metode juag dapat diartikan sebagai cara utk mempermudah pemberian pemahaman kepada anak didik mengenai bahan atau materi yg diajarkan. (Arifin 2003: 89) Media menurut gerlach dan Eli sebagaimana dikutip Azhar Arsyad mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adl manusia materi atau kejadian yg membangun kondisi yg membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan keterampilan atau sikap (1996: 1) Jadi media merupakan sarana utk mempermudah pemberian pemahaman kepada peserta didik. Evaluasi adl suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi utk menilai keputusan-keputusan yg dibuat dalam merancang suatu sistem pengajaran atau yg dimaksud evaluasi dalam pendidikan Islam adl merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik berdasarkan standar perhitungan yg bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental psikologis dan spritual religius krn manusia hasil pendidikan Islam bukan saja sosok pribadi yg tak hanya bersikap religius melainkan juga berilmu dan berketarampilan yg sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya. (Arifin 2000: 238) Dalam rangka menilai keberhasilan pendidikan evaluasi penting utk dilaksanakan krn sebagai pijakan dalam merumuskan program-program pendidikan yg akan datang. Lingkungan Lingkungan ialah sesuatu yg berada diluar diri anak dan mempengaruhi perkembangannya. Lingkungan sendiri dibagi tiga macam yg keseluruhan mendukung terhadap proses implementasi pendidikan Islam misal masyarakat sekolah dan keluarga. Dalam arti yg luas lingkungan mencakup iklim dan geografis tempat tinggal adat istiadat pengetahuan pendidikan dan alam. Oleh krn itu dgn kata lain lingkungan ialah segala sesuatu yg tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yg senantiasa berkembang. (Daradjat 2000: 63) Jadi lingkungan mempunyai andil yg sangat signifikan dalam pembentukan sikap dan prilaku yg pada akhir akan membentuk sebuah kepribadian yg sempurna. syifa_saronggi@yahoo.com

Hari yang menyenangkan BAGI SYIFATURRAHMAH 07.42

aKU adaLAH ANAK YANG BISA di bilang apa yang di inginkan harus bisa di penuhi dengan secepatnya. Kalau seandainya tidak di penuhi maka lihatlah ap yang akan dia lakukan. Namaku adalah evellyn saronggy. Setiap hari aku menjalani hidup layaknya sama dengan anak-anak yang lainnya. Setiap pagi aku suka bangat olah raga. Dengan itu aku tiap pagi habis bangun tidur aku menyempatkan diri untuk jogging Walau teman-teman ku bilang kamu kok rajin bangt olah raga tapi tak aku hirau kan apa pun yang mereka katakan. So. Aku enjoy dengan apa yang ku lakukan.

HADIS-HADIS LEMAH DAN PALSU 07.39

1. Hadis "Lima perkara yang membatalkan puasa dan wudhu: berdusta, mengadu-domba, menggunjing orang, melihat dengan birahi, dan sumpah palsu". Hadis Kazib/bohong (sumber: Al-'Ilal 354/1. Al-fawa'id al-Majmu'ah, hal. 94). 2. "Allahumma laka shumtu, wa 'ala rizqika afthortu (Ya Allah untukmu aku berpuasa, dan atas rizkimu kami berbuka". Hadis Dhoif. (Sumber: Al-Talkhis al-Khabir 202/2). 3. Hadis: "Awal bulan puasa adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhir ramadhan pembebasan dari api neraka". Hadis Dhoif (Sumber: Mizan al-I'tidal 369/2, Al-silsilah al-dhaifah nomor 1569). 4. "Kalau para hamba-Ku mengetahui apa yang terdapat di bulan Ramadhan, niscaya semua hamba-Ku berharap satu tahun seluruhnya ramadhan". Hadis Maudhu (Sumber: Al-Fawaid al-Majmu'ah, hal.88). 5. "Tiap segala sesuatu ada zakatnya, dan zakat jasad adalah puasa". "Puasa adalah setengah daripada sabar". Hadis Dhaif. (Sumber: misbah al-zujajah, nomor 633). 6. "Berpuasalah, niscaya kau akan sehat". Maudhu (Sumber: al-Fawaid al-Majmu'ah, hal. 90). 7. "Jangan katakan ramadhan, karena sesungguhnya ramadhan adalah salah satu dari asma Allah, tapi katakanlah Bulan Ramadhan". Bukan Hadis Shahih (Sumber: Tanzih al-Syari'ah 153/2). 8. Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sholat pada bulan suci Ramadhan 20 rakaat, dan satu witir". Dhoif (Sumber: Fathul Bari 299/4). 9. "Barang siapa berbuka (tidak puasa) satu hari di bulan Ramadhan di al-hadhr, maka hadiahkan satu onta betina. Kalau tidak ada maka hendaknya ia memberi makan 30 sha' kurma kepada orang-orang miskin". Hadis Bathil (Sumber: Mizan al-I'tidal 160/2). 10. "Barangsiapa berbuka satu hari tanpa rukhsoh tidak pula karena uzur, maka wajib baginya berpuasa tigapuluh hari. Barangsiapa yang berbuka dua hari, maka wajib baginya maka wajib baginya (berpuasa) 60 hari. Dan barangsiapa berbuka tiga hari, maka wajib baginya (berpuasa) 90 hari". Hadis ini tidak ada asalnya (Sumber: Tanzih al-Syariah 148/2). 11. "Barangsiapa tidak berpuasa selama sehari tanpa sebab atau penyakit, maka ia tidak terhitung puasa setahun meskipun ia melakukannya" Hadis Dhoif (Fathul Bari 191/4). 12. "Bulan Ramadhan tergantung antara langit dan bumi, dan tidak diangkat kepada Allah kecuali dengan zakat fitri", Hadis Dhaif (Sumber: Faidh Al-Qadir 166/4). 13. "Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan ummatku". Hadis Kizb/Dusta (Sumber: Al-Mannar al-Munif 168, dan Al-Fawaid al-Majmu'ah hal. 100). 14. "Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan yang lain seperti keutamaan al-Quran atas kalam (ucapan) yang lain. Keutamaan bulan Sya'ban atas bulan-bulan yang lain laksana keutamaanku atas para Nabi. Dan keutamaan bulan Ramadhan bagaikan keutamaan Allah atas seluruh hamba-hamba-Nya", Hadis Maudhu/Palsu (sumber: Al-Asrar al-Marfu'ah no. 642). 15. "Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan" Hadis Dhaif (sumber: Al-Azkar Nawawi, hal. 274). 16. "Barangsiapa sholat fardhu maka doanya mustajab, dan barangsiapa menamatkan al-Quran maka doanya mustajab" Hadis Dhaif (sumber: Majma' Al-Zawaid 172/7). 17. "Apabila seorang hamba menamatkan al-Quran maka 60.000 malaikat akan turut mendoakannya" Hadis Maudhu/Palsu (sumber: Al-Fawaid al-Majmu'ah hal. 310). 18. "Barangsiapa menghidupkan empat malam maka wajib baginya Surga: (yaitu) malam Tarwiyah, malam Arafah, malam iedul Qurban dan malam iedul Fitri" Tidak Benar (Faidh Al-Qadir 39/6). 19. "Barangsiapa menghidupkan malam Fitri dan malam Qurban maka tidak mati hatinya di hari matinya semua hati [hari Kiamat]" Hadis Maudhu (sumber: Faidh Al-Qadir 39/6). 20. "Sebagian sunnah Nabi ialah 12 rakaat setelah ied Fitri dan enam rakaat setelah Ied Adha". Hadis ini tidak ada asalnya (Al-Fawaid Al-Majmu'ah, hal. 52). syifaturrahmah........mahasiswa UIN MALIKI MALANG

cinta dan benci 07.35

Cinta dan Benci 1. Barangsiapa ingin dicintai Allah dan rasulNya hendaklah dia berbicara benar (jujur), menepati amanat dan tidak mengganggu tetangganya. (HR. Al-Baihaqi) 2. Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia. (HR. Ad-Dailami) 3. Paling kuat tali hubungan keimanan ialah cinta karena Allah dan benci karena Allah. (HR. Ath-Thabrani) 4. Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli (HR. Abu Dawud dan Ahmad) 5. Cinta berkelanjutan (diwariskan) dan benci berkelanjutan (diwariskan). (HR. Bukhari) 6. Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah hendaklah dia mengamati bagaimana kedudukan Allah dalam dirinya. Sesungguhnya Allah menempatkan hambaNya dalam kedudukan sebagaimana dia menempatkan kedudukan Allah pada dirinya. (HR. Al Hakim)

alqur'an bukan lah budaya 05.38

Banyak diskursus yang berkembang dewasa ini dalam berbagai wilayah diskusi baik yang formal maupun informal tentang al-Qur’an dan kebudayaan. Dalam hal ini yang disorot adalah kebudayaan Arab sebagai tempat dimana al-Qur’an diwahyukan Allah SWT. Dengan tulisan ini saya sebenarnya lebih meyakini bahwa Al Qur’an sebagai Kitab Wahyu bagi Umat Manusia dengan nilai-nilai yang universal bukan sekedar produk budaya lokal Arab meskipun ia diturunkan di tanah Arab dan berbahasa Arab sebagai pengantarnya bagi Umat Manusia. Budaya adalah produk aktivitas manusia, namun budaya juga adalah implementasi manusia atas anugerah Pengetahuan Tuhan yang diberikan kepadanya untuk mengolah dan mencitarasakan dunianya, lengkap dengan konsekuensi dan akibat yang ditimbulkannya dengan aturan main yang tetap. Turunnya al-Qur’an di Mekkah adalah skenario yang sudah direncanakan sebelum manusia eksis dengan aktor utamanya Nabi Muhammad SAW sebagai INDIVIDU yang menerima anugerah pengungkapan Tatanan Pengetahuan Tuhan dengan Isra dan Mi’raj. Jadi, al-Qur’an secara definitif sebenarnya bukan milik orang Arab tetapi Milik Allah SWT semua makhluk-Nya dengan mediator Nabi Muhammad SAW sebagai Utusan Allah. Sebagai orang yang lahir di Mekkah maka Nabi Muhammad SAW kemudian mengungkapkannya kepada . Tentunya, ia tidak akan mengungkapkannya jauh-jauh misalnya dengan bahasa China. Tapi, dipilihkannya dengan paling dekat denganya yaitu dengan bahasa kaumnya yaitu dengan bahasa Arab dengan penekanan supaya manusia berpikir seperti disebutkan dalam QS 43:3. Jadi, dalam konteks demikian BUKAN supaya manusia sekedar menjadi ahli tatabahasa Arab tapi ahli dalam menyikapi kehidupan sesuai dengan petunjuk yang ebnar. Dalam segi tatabahasa, memang sistem huruf Arab mengandung konsep dasar bagaimana manusia memahami asma, sifat dan Af’al Tuhan yang ayat-ayatNya ada dimana-mana termasuk dalam diri manusia. Karenanya, Al pengajaran Qur’an dimulai dari diri sendiri dengan menampilkan akhlak yang mulia, lalu kepada keluarga dan kerabatnya kemudian meluas dalam masyarakatnya dan akhirnya mendunia. Kalau al-Qur’an produk budaya maka al-Qur’an menjadi terkontaminasi karena akan banyak hal yang mempengaruhi sesuai dengan kepentingan masing-masing. Kita tentunya tak membayangkan bahwa al-Qur’an merupakan hasil kerja keroyokan banyak orang sebagai sekedar suatu resume. Meskipun demikian, kita tak menolak juga kalau apa yang disampaikan Al Qur’an sejatinya pernah disampaikan oleh Nabi dan Rasul sebelumnya. Namun, tentunya dengan bahasa yang berbeda dimana bahasa Arab dalam hal ini menjadi pemungkas dari pengungkapan apa yang telah disampaikan oleh Allh SWT kepada Nabi dan rasulNya sebelum Muhammad dilahirkan. Al Qur’an karena itu bukan sekedar produk suatu budaya yang sempit semisal hanya untuk orang Arabn saja. Namun, produk budaya manusia dimana anugerah tertinggi dinisbahkan kepada Muhamad sebagai hasil capaian tertinggi seorang penempuh jalan ruhani atau SEORANG ADIMANUSIA ATAU AL-INSAAN AL-KAMIL yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Lantas kemudian, semua itu dijadikan sebagai pegangan etis dan moral bagi masyarakat dimana beliau saat itu tinggal sesuai dengan ruang-waktu dan kesadaran masyarakat kala itu atau sesuai dengan sunnatullah. Dengan demikian, selama manusia ada di Planet Bumi al-Qur’an tetap menjadi sahih sebagai pegangan etis dan moral manusia untuk menyaksikan dan mengaktualkan Jamal dan Jalal Penciptanya. Karena itu, apa yang dinyatakan di dalam al-Qur’an akan tetap berlaku selama manusia masih ada di Planet Bumi, sedangkan penafsirannya akan dipengaruhi ruang-waktu kehidupan masing-masing manusia yang meyakini kesahihannya sebagai Kitab Wahyu yang memberikan petunjuk dan pedoman atau sebagai Dzikrul Lil ‘Aalamin. Proses yang dialami seorang Nabi Muhammad SAW hampir serupa dengan proses ketika Nabi Ibrahim a.s menemukan Tuhan. Ia pertama kali menemukan kebenaran dengan akal (Al-‘Aql) yang mengikat pengetahuan Tuhan. Untuk kemudian berserah diri (Aslim) dan akhirnya ia pun membangun Ka’bah sebagai ungkapan syukur berupa rumah ibadah, masjid, kuil, atau apapun penyebutan saat itu sebagai tempat untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang wajah-Nya ada dimana-mana. Ketika sejarah berkembang seperti apa yang telah menjadi ketentuan Tuhan, maka Mekkah kemudian menjadi tempat sakral manusia saat itu yang telah melupakan ajaran Nabi Ibrahim dan Ismail a.s dengan menjadi pemuja berhala. Persis seperti kondisi awal Nabi Ibrahim a.s ketika melihat realitas masyarakatnya yang menyembah berhala dan tersesat karena menuhankan manusia. Ketika Nabi Ibrahim a.s menyingkapkan realitas Tuhan Yang Esa, ia ternyata hanya diperintahkan untuk “patuh dan tunduk (Aslim)” (QS 2:131) sebagai tanda bahwa manusia itu tak mempunyai daya upaya yang mandiri, ia tegak semata-mata karena anugerah dari Tuhan Yang Esa. Sebagai titik tolak penyingkapan Pesan Ilahi yang diuraikan melalui Rasulullah, Mekkah menjadi pusat kelahiran Pengetahuan Tauhid yang DIMURNIKAN KEMBALI karena sumber asal tauhid adalah Mekkah sejak Ibrahim a.s membangun Ka’bah sebagai tempat beribadah kepada Tuhan Yang Esa. Artinya masyarakat saat itu, baik yang berada di Mekkah maupun di seluruh dunia melakukan ziarah ke Me’kah sebagai konsentrasi peribadahannya. Dengan kata lain, kiblat semua agama Tauhid yang mengikuti jalur Nabi Ibrahim a.s sebenarnya adalah Ka’bah di Mekkah. Model masyarakat Arab dengan kekhususan kaum Quraisy dimana Nabi Muhammad SAW lahir adalah model masyarakat sebagai individu dan kelompok yang menjadi ciri manusia umumnya. Suku Quraisy mempunyai penampilan lahiriah maupun ruhaniah yang nyaris serupa dengan manusia umumnya di zaman itu, menjadi penyembah berhala secara total, tidak menauhidkan Tuhan, dan sebagian kecil lainnya tetap berada di jalan lurus mengikuti ajaran para Nabi dan Rasul. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa saat itu sebagai ambang batas dimana Pengetahuan Tuhan telah berubah menjadi berbagai bentuk. Masyarakat Quraisy bisa dikatakan sebagai Global Village yang bebas dari pengaruh penguasa dunia yang saat itu berada di tangan Byzantium dan Persia. Potensi untuk munculnya penantang asumsi umum muncul dan berkembang mirip ketika Ionia yang terpencil pertamakali menjadi sumber munculnya rasionalisme Yunani. Sebagai wilayah yang relatif bebas dari pengaruh luar, Mekkah menjadi sumur atau muara pertemuan semua pandangan yang ada di zaman itu, sebagai pertemuan para kafilah dari barat maupun timur, utara maupun selatan, atau sekedar tempat para pengembara yang lari dari kejaran penguasa lalim. Para pemikir bebas pun muncul disini yang disebut Hanifiyah dengan motor utama Zaid bin Amr bin Nufail dan Waraqah (paman Khadijah). Muhammad merupakan salah satu dari anggota Hanifiyah yang diam-diam memang prihatin dengan kejahiliyahan masyarakatnya. Tentangan karena itu muncul dari kalangan sendiri terutama yang Status Quo-nya terancam. Maka saat itu juga lahirlah Muhammad sebagai nabi dan rasul Utusan Allah, sebagai pembeda yang akan memurnikan kembali Tauhid Nabi Ibrahim a.s dan meneruskan ajaran para Nabi serta Rasul lainnya yang bertebaran di muka bumi sebagai ajaran yang meng-Esa-kan Tuhan. Tauhid dimulai di Mekkah dan akan dimurnikan kembali ditempat asalnya dimana ajaran itu muncul. Tauhid adalah permata yang diselimuti lumpur khayal, angan-angan, tipu daya, dan kebodohan manusia sehingga manusia akhirnya tak mampu membuka inti Pohon Tauhid yang sebenarnya yaitu al-Insaan. Al insaan sebagai sosok manusia yang menjadi cermin ilahi adalah fokus dan landasan dari terurainya Pengetahuan Allah (Qaaf) menjadi semua bentuk ilmu pengetahuan manusia yang terpahami sampai saat ini. Meskipun pengetahuan itu sudah tertabiri dengan pernak pernik hawa nafsu. Hemat saya, konteks budaya ketika kita menyimpulkan al-Qur’an sebagai produk budaya Arab sama sekali kurang tepat bahkan bisa dikatakan merupakan produk cara pandang dengan sudut pandang kacamata kuda yang sempit atau picik yang diselimuti supremasi ras seperti kaum Yahudi yang merasa unggul bukan supremasi Pengetahuan Tuhan yang berhubungan dengan ke-Esa-an universal. Cara pandang yang sempit biasanya muncul dari kalangan akademisi yang menyekat-nyekat pengetahuan dalam bilik-bilik asumsi, metode dan akhirnya kesombongan pandangannya sendiri. Meskipun di dalam al-Qur’an tersirat lokalitas, namun globalitas Pesan Ilahi yang terungkap dengan bentuk segi 4, segi 6, sistem bilangan dan abjadnya, yang akhirnya diterima Muhammad SAW sebagai wahyu lebih dominan untuk menjelaskan bahwa Pesan Ilahi yang telah terurai yang disampaikan melalui Muhammad SAW “bukan cara menjadi orang Quraisy atau untuk menjadi orang Arab” namun cara menjadi “manusia secara universal sebagai makhluk ciptaan dengan akhlak yang mulia, baik di hadapan Allah maupun makhluk lainnya”. Akhlak yang mulia adalah akhak sebagai kondisi kejiwaan yang mampu merespon semua bentuk Pengetahuan Allah dengan Iqra dan Penyucian Jiwa. Karena itu al-Qur’an menjadi cermin Pengetahuan Tuhan yang tampak nyata dimana Nabi Muhammad SAW sebagai penerima sekaligus implementornya yang pertama kali yaitu pada dirinya, keluarganya, teman-temannya dan akhirnya ke seluruh masyarakat yang mau menerimanya dengan Ikhlas dan berkesadaran bukan dengan paksaan ataupun taklid buta. Ayat terakhir surat al-Kafiirun sebenarnya menetapkan awal dan akhir ketika Rasulullah akan berdakwah kepada Umat Manusia secara universal bahwa Muhammad adalah Utusan Allah, Juru Bicara Tuhan yang akan menyampaikan Pesan-Nya, ia sekedar pemberi petunjuk maka apapun yang terjadi setelah ia menyampaikan pesan itu berlaku suatu kaidah bahwa “lakum diinukum wa liya diin” (Qs 109:6). Bila manusia mau menerima dengan tulus, silahkan mengikuti; jika tidak juga nggak apa-apa, tapi tanggung sendiri risikonya dihadapan Tuhan kelak di hari penghisaban. Nabi Muhammad SAW pun menjadi cermin kesempurnaan Asma dan Sifat Tuhan (QS 9:128-129) yang menampilkan akhlak dan perilaku manusia yang mulia. Ia pun menjadi tanda dari Kecerdasan Ilahiyah yang aktual di alam nyata yang merupakan Anugerah Tuhan secara langsung sebagai kesempurnaan Asma dan Sifat Tuhan Yang Esa, yang mengaktualkan maghfirah-Nya, dengan kesempurnaan yang ditampilkan secara lahiriah sebagai Muhammad. Ia adalah Dal, Thaa, Mim sebagai Ahmad (al-Jumal 53) dan sebagai Muhammad (al-Jumal 92) yang melalui rahmat yang khusus mengemban amanat penciptaan semua makhluk, sehingga ia pun dikatakan sebagai Rahmaatan Lil Aalamin yang membimbing manusia supaya akhlaknya mulia seperti keadaan awal mulanya. Muhammad sebagai seorang manusia adalah gambaran tentang sejarah hidup seorang manusia yang menerima Pengetahuan Tertinggi Tentang Segala Sesuatu secara fundamental, bukan terperinci (artinya ia tidak menerimanya seperti rumus-rumus yang dipahami oleh ilmuwan saat ini), tetapi sangat prinsipal dan menjadi dasar semua macam pengetahuan yang akan terpahami oleh manusia dari tatanan elementer sampai aktual sebagai produk ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Nabi Muhammad SAW adalah maujud nyata dari “Knowledge Of Everything” dan ia sebagai Nabi dan Rasul adalah Utusan Allah sebagai Adimanusia atau Manusia Sempurna yang sesungguhnya menjadi gagasan awal dan akhir penciptaan makhluk. Oleh karena itu, kendati ia seorang Nabi dan Rasul , ia juga seorang manusia umumnya yang lahir, hidup, makan dan minum, beranak pinak, dan akhirnya mati. Ia pun menjadi rujukan dan model bagi semua manusia khususnya rujukan akhlak dan perilakunya di semua zaman. Dengan demikian, setting budaya lokal sejatinya cuma sekedar cermin yang buram yang kemudian dibersihkan, akhlak yang tercela yang kemudian dimuliakan kembali, dengan kata lain perubahan dalam diri manusia di semua zaman sebenarnya terwakili oleh kondisi masyarakat Arab saat itu yang menjadi cermin bagi kita semua, khususnya bagi seorang mukmin.

alqur'an bukan lah budaya 05.35

Banyak diskursus yang berkembang dewasa ini dalam berbagai wilayah diskusi baik yang formal maupun informal tentang al-Qur’an dan kebudayaan. Dalam hal ini yang disorot adalah kebudayaan Arab sebagai tempat dimana al-Qur’an diwahyukan Allah SWT. Dengan tulisan ini saya sebenarnya lebih meyakini bahwa Al Qur’an sebagai Kitab Wahyu bagi Umat Manusia dengan nilai-nilai yang universal bukan sekedar produk budaya lokal Arab meskipun ia diturunkan di tanah Arab dan berbahasa Arab sebagai pengantarnya bagi Umat Manusia. Budaya adalah produk aktivitas manusia, namun budaya juga adalah implementasi manusia atas anugerah Pengetahuan Tuhan yang diberikan kepadanya untuk mengolah dan mencitarasakan dunianya, lengkap dengan konsekuensi dan akibat yang ditimbulkannya dengan aturan main yang tetap. Turunnya al-Qur’an di Mekkah adalah skenario yang sudah direncanakan sebelum manusia eksis dengan aktor utamanya Nabi Muhammad SAW sebagai INDIVIDU yang menerima anugerah pengungkapan Tatanan Pengetahuan Tuhan dengan Isra dan Mi’raj. Jadi, al-Qur’an secara definitif sebenarnya bukan milik orang Arab tetapi Milik Allah SWT semua makhluk-Nya dengan mediator Nabi Muhammad SAW sebagai Utusan Allah. Sebagai orang yang lahir di Mekkah maka Nabi Muhammad SAW kemudian mengungkapkannya kepada . Tentunya, ia tidak akan mengungkapkannya jauh-jauh misalnya dengan bahasa China. Tapi, dipilihkannya dengan paling dekat denganya yaitu dengan bahasa kaumnya yaitu dengan bahasa Arab dengan penekanan supaya manusia berpikir seperti disebutkan dalam QS 43:3. Jadi, dalam konteks demikian BUKAN supaya manusia sekedar menjadi ahli tatabahasa Arab tapi ahli dalam menyikapi kehidupan sesuai dengan petunjuk yang ebnar. Dalam segi tatabahasa, memang sistem huruf Arab mengandung konsep dasar bagaimana manusia memahami asma, sifat dan Af’al Tuhan yang ayat-ayatNya ada dimana-mana termasuk dalam diri manusia. Karenanya, Al pengajaran Qur’an dimulai dari diri sendiri dengan menampilkan akhlak yang mulia, lalu kepada keluarga dan kerabatnya kemudian meluas dalam masyarakatnya dan akhirnya mendunia. Kalau al-Qur’an produk budaya maka al-Qur’an menjadi terkontaminasi karena akan banyak hal yang mempengaruhi sesuai dengan kepentingan masing-masing. Kita tentunya tak membayangkan bahwa al-Qur’an merupakan hasil kerja keroyokan banyak orang sebagai sekedar suatu resume. Meskipun demikian, kita tak menolak juga kalau apa yang disampaikan Al Qur’an sejatinya pernah disampaikan oleh Nabi dan Rasul sebelumnya. Namun, tentunya dengan bahasa yang berbeda dimana bahasa Arab dalam hal ini menjadi pemungkas dari pengungkapan apa yang telah disampaikan oleh Allh SWT kepada Nabi dan rasulNya sebelum Muhammad dilahirkan. Al Qur’an karena itu bukan sekedar produk suatu budaya yang sempit semisal hanya untuk orang Arabn saja. Namun, produk budaya manusia dimana anugerah tertinggi dinisbahkan kepada Muhamad sebagai hasil capaian tertinggi seorang penempuh jalan ruhani atau SEORANG ADIMANUSIA ATAU AL-INSAAN AL-KAMIL yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Lantas kemudian, semua itu dijadikan sebagai pegangan etis dan moral bagi masyarakat dimana beliau saat itu tinggal sesuai dengan ruang-waktu dan kesadaran masyarakat kala itu atau sesuai dengan sunnatullah. Dengan demikian, selama manusia ada di Planet Bumi al-Qur’an tetap menjadi sahih sebagai pegangan etis dan moral manusia untuk menyaksikan dan mengaktualkan Jamal dan Jalal Penciptanya. Karena itu, apa yang dinyatakan di dalam al-Qur’an akan tetap berlaku selama manusia masih ada di Planet Bumi, sedangkan penafsirannya akan dipengaruhi ruang-waktu kehidupan masing-masing manusia yang meyakini kesahihannya sebagai Kitab Wahyu yang memberikan petunjuk dan pedoman atau sebagai Dzikrul Lil ‘Aalamin. Proses yang dialami seorang Nabi Muhammad SAW hampir serupa dengan proses ketika Nabi Ibrahim a.s menemukan Tuhan. Ia pertama kali menemukan kebenaran dengan akal (Al-‘Aql) yang mengikat pengetahuan Tuhan. Untuk kemudian berserah diri (Aslim) dan akhirnya ia pun membangun Ka’bah sebagai ungkapan syukur berupa rumah ibadah, masjid, kuil, atau apapun penyebutan saat itu sebagai tempat untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang wajah-Nya ada dimana-mana. Ketika sejarah berkembang seperti apa yang telah menjadi ketentuan Tuhan, maka Mekkah kemudian menjadi tempat sakral manusia saat itu yang telah melupakan ajaran Nabi Ibrahim dan Ismail a.s dengan menjadi pemuja berhala. Persis seperti kondisi awal Nabi Ibrahim a.s ketika melihat realitas masyarakatnya yang menyembah berhala dan tersesat karena menuhankan manusia. Ketika Nabi Ibrahim a.s menyingkapkan realitas Tuhan Yang Esa, ia ternyata hanya diperintahkan untuk “patuh dan tunduk (Aslim)” (QS 2:131) sebagai tanda bahwa manusia itu tak mempunyai daya upaya yang mandiri, ia tegak semata-mata karena anugerah dari Tuhan Yang Esa. Sebagai titik tolak penyingkapan Pesan Ilahi yang diuraikan melalui Rasulullah, Mekkah menjadi pusat kelahiran Pengetahuan Tauhid yang DIMURNIKAN KEMBALI karena sumber asal tauhid adalah Mekkah sejak Ibrahim a.s membangun Ka’bah sebagai tempat beribadah kepada Tuhan Yang Esa. Artinya masyarakat saat itu, baik yang berada di Mekkah maupun di seluruh dunia melakukan ziarah ke Me’kah sebagai konsentrasi peribadahannya. Dengan kata lain, kiblat semua agama Tauhid yang mengikuti jalur Nabi Ibrahim a.s sebenarnya adalah Ka’bah di Mekkah. Model masyarakat Arab dengan kekhususan kaum Quraisy dimana Nabi Muhammad SAW lahir adalah model masyarakat sebagai individu dan kelompok yang menjadi ciri manusia umumnya. Suku Quraisy mempunyai penampilan lahiriah maupun ruhaniah yang nyaris serupa dengan manusia umumnya di zaman itu, menjadi penyembah berhala secara total, tidak menauhidkan Tuhan, dan sebagian kecil lainnya tetap berada di jalan lurus mengikuti ajaran para Nabi dan Rasul. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa saat itu sebagai ambang batas dimana Pengetahuan Tuhan telah berubah menjadi berbagai bentuk. Masyarakat Quraisy bisa dikatakan sebagai Global Village yang bebas dari pengaruh penguasa dunia yang saat itu berada di tangan Byzantium dan Persia. Potensi untuk munculnya penantang asumsi umum muncul dan berkembang mirip ketika Ionia yang terpencil pertamakali menjadi sumber munculnya rasionalisme Yunani. Sebagai wilayah yang relatif bebas dari pengaruh luar, Mekkah menjadi sumur atau muara pertemuan semua pandangan yang ada di zaman itu, sebagai pertemuan para kafilah dari barat maupun timur, utara maupun selatan, atau sekedar tempat para pengembara yang lari dari kejaran penguasa lalim. Para pemikir bebas pun muncul disini yang disebut Hanifiyah dengan motor utama Zaid bin Amr bin Nufail dan Waraqah (paman Khadijah). Muhammad merupakan salah satu dari anggota Hanifiyah yang diam-diam memang prihatin dengan kejahiliyahan masyarakatnya. Tentangan karena itu muncul dari kalangan sendiri terutama yang Status Quo-nya terancam. Maka saat itu juga lahirlah Muhammad sebagai nabi dan rasul Utusan Allah, sebagai pembeda yang akan memurnikan kembali Tauhid Nabi Ibrahim a.s dan meneruskan ajaran para Nabi serta Rasul lainnya yang bertebaran di muka bumi sebagai ajaran yang meng-Esa-kan Tuhan. Tauhid dimulai di Mekkah dan akan dimurnikan kembali ditempat asalnya dimana ajaran itu muncul. Tauhid adalah permata yang diselimuti lumpur khayal, angan-angan, tipu daya, dan kebodohan manusia sehingga manusia akhirnya tak mampu membuka inti Pohon Tauhid yang sebenarnya yaitu al-Insaan. Al insaan sebagai sosok manusia yang menjadi cermin ilahi adalah fokus dan landasan dari terurainya Pengetahuan Allah (Qaaf) menjadi semua bentuk ilmu pengetahuan manusia yang terpahami sampai saat ini. Meskipun pengetahuan itu sudah tertabiri dengan pernak pernik hawa nafsu. Hemat saya, konteks budaya ketika kita menyimpulkan al-Qur’an sebagai produk budaya Arab sama sekali kurang tepat bahkan bisa dikatakan merupakan produk cara pandang dengan sudut pandang kacamata kuda yang sempit atau picik yang diselimuti supremasi ras seperti kaum Yahudi yang merasa unggul bukan supremasi Pengetahuan Tuhan yang berhubungan dengan ke-Esa-an universal. Cara pandang yang sempit biasanya muncul dari kalangan akademisi yang menyekat-nyekat pengetahuan dalam bilik-bilik asumsi, metode dan akhirnya kesombongan pandangannya sendiri. Meskipun di dalam al-Qur’an tersirat lokalitas, namun globalitas Pesan Ilahi yang terungkap dengan bentuk segi 4, segi 6, sistem bilangan dan abjadnya, yang akhirnya diterima Muhammad SAW sebagai wahyu lebih dominan untuk menjelaskan bahwa Pesan Ilahi yang telah terurai yang disampaikan melalui Muhammad SAW “bukan cara menjadi orang Quraisy atau untuk menjadi orang Arab” namun cara menjadi “manusia secara universal sebagai makhluk ciptaan dengan akhlak yang mulia, baik di hadapan Allah maupun makhluk lainnya”. Akhlak yang mulia adalah akhak sebagai kondisi kejiwaan yang mampu merespon semua bentuk Pengetahuan Allah dengan Iqra dan Penyucian Jiwa. Karena itu al-Qur’an menjadi cermin Pengetahuan Tuhan yang tampak nyata dimana Nabi Muhammad SAW sebagai penerima sekaligus implementornya yang pertama kali yaitu pada dirinya, keluarganya, teman-temannya dan akhirnya ke seluruh masyarakat yang mau menerimanya dengan Ikhlas dan berkesadaran bukan dengan paksaan ataupun taklid buta. Ayat terakhir surat al-Kafiirun sebenarnya menetapkan awal dan akhir ketika Rasulullah akan berdakwah kepada Umat Manusia secara universal bahwa Muhammad adalah Utusan Allah, Juru Bicara Tuhan yang akan menyampaikan Pesan-Nya, ia sekedar pemberi petunjuk maka apapun yang terjadi setelah ia menyampaikan pesan itu berlaku suatu kaidah bahwa “lakum diinukum wa liya diin” (Qs 109:6). Bila manusia mau menerima dengan tulus, silahkan mengikuti; jika tidak juga nggak apa-apa, tapi tanggung sendiri risikonya dihadapan Tuhan kelak di hari penghisaban. Nabi Muhammad SAW pun menjadi cermin kesempurnaan Asma dan Sifat Tuhan (QS 9:128-129) yang menampilkan akhlak dan perilaku manusia yang mulia. Ia pun menjadi tanda dari Kecerdasan Ilahiyah yang aktual di alam nyata yang merupakan Anugerah Tuhan secara langsung sebagai kesempurnaan Asma dan Sifat Tuhan Yang Esa, yang mengaktualkan maghfirah-Nya, dengan kesempurnaan yang ditampilkan secara lahiriah sebagai Muhammad. Ia adalah Dal, Thaa, Mim sebagai Ahmad (al-Jumal 53) dan sebagai Muhammad (al-Jumal 92) yang melalui rahmat yang khusus mengemban amanat penciptaan semua makhluk, sehingga ia pun dikatakan sebagai Rahmaatan Lil Aalamin yang membimbing manusia supaya akhlaknya mulia seperti keadaan awal mulanya. Muhammad sebagai seorang manusia adalah gambaran tentang sejarah hidup seorang manusia yang menerima Pengetahuan Tertinggi Tentang Segala Sesuatu secara fundamental, bukan terperinci (artinya ia tidak menerimanya seperti rumus-rumus yang dipahami oleh ilmuwan saat ini), tetapi sangat prinsipal dan menjadi dasar semua macam pengetahuan yang akan terpahami oleh manusia dari tatanan elementer sampai aktual sebagai produk ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Nabi Muhammad SAW adalah maujud nyata dari “Knowledge Of Everything” dan ia sebagai Nabi dan Rasul adalah Utusan Allah sebagai Adimanusia atau Manusia Sempurna yang sesungguhnya menjadi gagasan awal dan akhir penciptaan makhluk. Oleh karena itu, kendati ia seorang Nabi dan Rasul , ia juga seorang manusia umumnya yang lahir, hidup, makan dan minum, beranak pinak, dan akhirnya mati. Ia pun menjadi rujukan dan model bagi semua manusia khususnya rujukan akhlak dan perilakunya di semua zaman. Dengan demikian, setting budaya lokal sejatinya cuma sekedar cermin yang buram yang kemudian dibersihkan, akhlak yang tercela yang kemudian dimuliakan kembali, dengan kata lain perubahan dalam diri manusia di semua zaman sebenarnya terwakili oleh kondisi masyarakat Arab saat itu yang menjadi cermin bagi kita semua, khususnya bagi seorang mukmin.

hadist entang cinta dan benci 05.31

1. Barangsiapa ingin dicintai Allah dan rasulNya hendaklah dia berbicara benar (jujur), menepati amanat dan tidak mengganggu tetangganya. (HR. Al-Baihaqi) 2. Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia. (HR. Ad-Dailami) 3. Paling kuat tali hubungan keimanan ialah cinta karena Allah dan benci karena Allah. (HR. Ath-Thabrani) 4. Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli (HR. Abu Dawud dan Ahmad) 5. Cinta berkelanjutan (diwariskan) dan benci berkelanjutan (diwariskan). (HR. Bukhari) 6. Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah hendaklah dia mengamati bagaimana kedudukan Allah dalam dirinya. Sesungguhnya Allah menempatkan hambaNya dalam kedudukan sebagaimana dia menempatkan kedudukan Allah pada dirinya. (HR. Al Hakim)